bagaimana awal perbuatan yang baik

Menurutsemua agama, jika Anda melakukan perbuatan baik di dunia Anda akan mendapatkan surga sebagai hadiah, Anda pasti akan bertemu ibumu tetapi Anda harus memiliki kesabaran untuk itu. Ingatlah hanya kesabaran dan perbuatan baik Anda yang akan membuka pintu surga bagi Anda. Bagaimana Anda memberi tahu ibu Anda bahwa Anda meninggal? baikdan kelompok yang kurang belajar. Salah satunya diindikasikan dengan tingkat kesukaran di titik sekitar 0,50. Selain itu, tingkat kesukaran soal ditentukan oleh tujuan tes (untuk seleksi, diagnostik,formatif, sumatif). Perlu diperhatikan bahwa soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah hendaknya diletakkan di awal Tahapkedua pembinaan karakter yang baik adalah dengan merasai perasaan baik ketika melakukan kebaikan. Setelah kanak-kanak mengetahui perbezaan antara kebaikan dan kejahatan, mereka akan berasa dekat dengan kebaikan. Pada tahap ini, mereka berada pada tahap untuk memilih melakukan sesuatu kebaikan. 3. MELAKUKAN KEBAIKAN. 13The Name Of The Rose Umberto Eco The Name Of The Rose -- Umberto Eco Novel The Name Of The Rose Umberto Eco Maka aku terus terang bertanya kepada Salvatore. "Apa kau pernah bertemu 2 Menyesali kesalahan. Meskipun pelaku dosa telah mengakui dan menyadari atas dosa-dosa yang telah dilakukannya, namun untuk bisa menyesali dan berhenti dari perbuatan tersebut sangatlah sulit. Sangat dibutuhkan kesabaran dan juga bimbingan orang yang lebih mengetahui masalah agama. 3. Memohon ampun kepada Allah. Frau Sucht Reichen Mann Banker Antwortet. Hai Kanita, kakak bantu jawab ya Jawaban Ikhlas. Pembahasan Niat yang ikhlas merupakan salah satu awal dari perbuatan yang baik. Contohnya seseorang yang berniat bersedekah akan membuat seseorang terdorong untuk bersedekah. Sehingga niat sangat penting dalam mengerjakan sesuatu. Amalan kebaikan yang dilakukan juga harus diiringi oleh niat yang baik dan ikhlas dalam beramal. Dalam Islam, syarat diterimanya amalan ibadah adalah ikhlas dan mengikuti sunah atau tuntunan Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Tanpa salah satunya, amalan menjadi tidak sempurna. Ikhlas menunjukkan jika amalan dilakukan semata-mata hanya untuk Allah subhanahu wa ta'ala. Jadi, niat yang ikhlas menjadi awal perbuatan baik. Semoga memantu! PERBEDAAN AWALAN ME- DAN DI- DALAM PERBUATAN BAIK DAN BURUK Kita tahu betapa sedihnya keluarga Samuel Hutabarat-Rosti Simanjuntak yang anaknya telah dibunuh secara mengenaskan; Iklan Kita tahu betapa marahnya seseorang ketika difitnah telah berbuat suatu keburukan yang tidak pernah ia lakukan; Kita juga tahu betapa tersinggungnya seseorang ketika nama baiknya dicemarkan di media sosial oleh orang yang tidak bertanggung jawab; Kita tahu pula betapa kecewa seorang suami atau isteri yang telah dikhianati oleh pasangannya. Dari empat contoh di atas, apakah itu merupakan suatu kemalangan atau justeru suatu keberuntungan? ***** Setiap perbuatan – baik maupun buruk – tentu terdiri dari dua komponen, yaitu subyek pelaku, pemberi dan obyek penerima, korban. Sekecil apapun perbuatan itu akan mendapatkan balasannya. Ketika itu perbuatan baik, maka dia akan mendapat ganjaran atau pahala. Ketika itu perbuatan buruk, maka dia akan memperoleh hukuman atau siksa. Pahala maupun siksa bisa dia terima baik langsung di dunia ini, atau nanti kelak di Hari Kiamat. Inilah bentuk dari keadilan Tuhan Al Zalzalah 7-8. Perbuatan Buruk Banyak sekali contoh perbuatan buruk, seperti membunuh, memfitnah, mencemarkan nama baik, mengkhianati, mendustai, mencuri, merampok, memperkosa, melecehkan, menyuap, merekayasa, memanipulasi, dan lain-lain. Ketika suatu kata kerja dari perbuatan buruk diberi awalan me-, maka orang yang melakukannya disebut sebagai pelaku. Sedangkan orang yang menerima perbuatan itu disebut sebagai korban, kata kerja dari perbuatan buruk tadi mendapat awalan di-. Di dalam Al Qur’an, setiap pelaku keburukan kejahatan akan dihisab. Dihisab di sini adalah diadili, baik dalam pengadilan dunia maupun pengadilan di akhirat. Makanya Hari Kiamat disebut juga Yaumul Hisab Hari Pengadilan/Perhitungan. Setelah dihisab, pelaku kejahatan akan mendapatkan hukuman atau balasan, sehingga Hari Kiamat dinamakan pula Yaumul Jaza Hari Pembalasan. Sedangkan sebagai korban, mereka tidak akan dihisab. Justeru apabila mereka mau bersabar dan bertawakkal, ikhlas dan ridha menerima ketetapan dan takdir dari Allah, mereka akan mendapatkan ampunan dan kemuliaan. Dengan demikian, seperti halnya empat contoh peristiwa di awal tulisan ini, secara akidah sebenarnya mereka adalah termasuk orang-orang yang beruntung. Dia yang dibunuh, bukan yang membunuh. Dia yang difitnah, bukan yang memfitnah. Harusnya malah bersyukur, bukan? Perbuatan Baik Apabila suatu kata kerja dari perbuatan baik diberi awalan me-, maka orang yang melakukan perbuatan itu disebut juga sebagai pelaku pemberi, subyek. Misalnya saja, membantu, menolong, mencintai, mengasihi, menyayangi, meringankan, memudahkan, menyantuni, mendamaikan, mengamankan, menyatukan, dan sebagainya. Sementara orang yang menerima perbuatan baik itu dinamakan sebagai penerima obyek. Sebagai penerima, suatu kata kerja mendapatkan awalan di-. Contohnya, dibantu, ditolong, dicintai, dikasihi, disayangi, diringankan, dimudahkan, disantuni, didamaikan, diamankan, disatukan, dan seterusnya. Sama halnya dengan perbuatan buruk, pelaku dari perbuatan baik juga akan dihisab. Dihisab di sini adalah akan mendapatkan pahala. Sedangkan penerima dari perbuatan baik ini tidak akan dihisab. Dia netral, dalam arti tidak mendapat pahala maupun siksa. Perbedaannya adalah pemberi perbuatan baik akan memiliki kemuliaan. Dalam pengertian, tentu orang yang memberi lebih baik daripada orang yang menerima. “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu. Dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya. Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.” Bukhari-Muslim. Intinya, orang yang menerima akan memiliki derajat lebih rendah daripada yang memberi. Apalagi yang menerima ini melakukannya dengan cara-cara seperti mengemis, meminta-meminta, memungut pungli; termasuk juga dengan cara pemaksaan dan atau disertai kekerasan seperti memalak, memeras, membegal, merampok. Inilah yang disebut dalam hadits di atas sebagai “Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya” dalam artian tidak mengemis, tidak meminta-minta, dan semacamya. ***** Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika suatu kata kerja dari perbuatan buruk diberi awalan me-, maka hal ini merupakan sebuah kemalangan. Sebaliknya, jika suatu kata kerja dari perbuatan baik diberi awalan me-, maka hal ini merupakan suatu kemuliaan. Sedangkan apabila suatu kata kerja dari perbuatan buruk diberi awalan di-, maka hal ini merupakan sebuah keberuntungan. Sebaliknya, jika suatu kata kerja dari perbuatan baik diberi awalan di-, maka hal ini bersifat netral, hanya derajatnya saja lebih rendah. Ikuti tulisan menarik trimanto ngaderi lainnya di sini. [ad_1] Jakarta, NU Online Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ISNU H Ali Masykur Musa menegaskan perbuatan baik amar ma’ruf harus dilakukan dengan cara yang baik bil ma’ruf. Sikap ini penting agar tidak memunculkan masalah-masalah baru di masyarakat. Selain itu, jika sikap ini diselaraskan, maka seorang yang berbuat baik dengan cara yang baik dapat menjadi teladan oleh masyarakat. Pernyataan Ketua Umum ISNU ini merupakan respons atas terjadinya gerakan-gerakan di masyarakat yang mengaku menegakkan kebenaran tetapi cenderung membuat keributan di masyarakat. Menurut mantan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia PMII ini, kelompok yang kerap melakukan perbuatan terpuji dengan cara yang tidak baik tidak dapat membedakan mana hak asasi manusia dan mana kewajiban warga negara. “Jadi amal ma’ruf ya bil ma’ruf, nahi munkar juga bil ma’ruf,” ucap Ketua Umum ISNU H Ali Masykur Musa saat menjadi pengisi acara pada kegiatan Multaqo Ulama Jakarta, Kamis 26/11 sore. Ia menjelaskan, hak asasi manusia dalam konteks bernegara harus satu nafas dengan kewajiban asasi manusia dalam beragama. Dengan demikian, ucapnya, maqashidu syariah yakni hifzhud din, hifzhun nafs, hifzhul aql, hifzhun nasl, dan hifzhul mal ketika diterapkan dalam bernegara menjadi sesuatu yang tepat untuk diikuti oleh masyarakat. H Ali menyebutkan, Undang-undang Dasar UUD 1945 sesungguhnya telah sesuai dengan maqashidu syariah tepatnya pada pasal 28 a sampai dengan 28 i terkait kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, kebebasan untuk hidup, dan kebebasan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. “Kebebasan untuk kita menjaga jiwa, ruh, nyawa, jangan membahayakan untuk orang lain,” ujarnya. Namun, kata dia, pemaknaan UUD 45 terkait kebebasan berekspresi dan kebebasan beragama oleh sebagian kelompok disalah artikan. Mereka hanya memandang dalam satu sisi, hanya menguatkan pada pasal 28 bagian a-i saja. Sedangkan pasal 28 bagian c terkait pembatasan kebebasan untuk kebebasan orang lain tidak dijadikan sebagai dasar untuk hidup berbangsa dan beragama. “Ini lah yang menjadi balancing penyeimbang antara hak dan kewajiban dalam konteks bernegara,” tuturnya. Para ulama Jakarta melalui forum Multaqa Ulama Jakarta ini juga mengajak semua lapisan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan demi meminimalisasi penyebaran virus Corona di tengah masyarakat. Untuk diketahui, forum multaqa ulama Jakarta yang diadakan PWNU DKI dilaksanakan di Yayasan Arrahmah Center, Jalan Raya Bogor, Jakarta Timur, sejak Kamis 26/11 pagi. Sehubungan dengan kegiatan keagamaan yang melibatkan massa, para ulama mengimbau masyarakat untuk sedapat tidak mengadakannya secara berkerumun. Para ulama Jakarta mendukung kebebasan berpendapat dan berekspresi. Namun, kebebasan tersebut harus diimbangi dengan kesadaran akan ketertiban dan keamanan bagi masyarakat yang lebih luas. Karena, ada kaidah yang menegaskan kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. “Ulama mendorong masyarakat untuk menjaga ketertiban umum di Jakarta untuk memutus mata rantai Covid-19,” kata Ketua PWNU DKI Jakarta KH Samsul Ma’arif. Oleh sebab itu, berbagai ekspresi keagamaan diwajibkan untuk selalu mempertimbangkan ketertiban, keamanan dan kenyamanan masyarakat luas. Kegiatan ini digelar sebagai bentuk kepedulian Ulama Jakarta terhadap kondisi sosial-masyarakat yang sedang dihantam badai Pandemi Covid-19. Berangkat dari pesan keagamaan sebagai rahmat bagi seluruh alam, forum ini menegaskan bahwa ulama Jakarta selalu memikirkan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia, khususnya bagi warga Jakarta. Tampak hadir pengurus harian PWNU DKI Jakarta, Katib Syuriyah PBNU KH Zulfa Musthofa, Habib Jindan bin Novel bin Salim Jindan, Perwakilan Polda DKI Jakarta dan utusan Pangdam DKI Jakarta. Pewarta Abdul Rahman Ahdori Editor Muhammad Faizin [ad_2] Source link Dalam kehidupan ini manusia seringkali lupa akan tujuan penciptaan manusia dalam Islam dan seringkali melakukan kesalahan dan dosa. Hal tersebut memanglah wajar apabila mengingat manusia adalah makhluk yang lemah dan penuh hawa nafsu. Dan sejatinya, manusia adalah makhluk yang tak pernah luput dari dosa. Namun, sebagai hamba Allah yang taat dan sholeh kita harus senantiasa memperbaiki diri setiap saat. Manusia memang makhluk yang tak luput dari dosa, tapi bukan berarti mereka tidak dapat memperbaiki diri menjadi orang yang lebih diri menjadi lebih baik, berarti memperbaiki segala hal yang ada pada diri kita. Baik memperbaiki dalam segi akhlak, memperbaiki diri dalam perihal hati, memperbaiki diri dalam perihal kepribadian dan telah memberikan peringatan kepada manusia agar mereka senantiasa memperbaiki diri dan berbuat sholeh. Bahkan Allah mengutus para Nabi dan Rasul untuk menyerukan perintahnya kepada manusia agar mereka memperbaiki diri mereka, dan berjalan pada jalan kebenaran yang diridhai oleh-Nya. Namun, manusia seringkali lupa akan pentingnya memperbaiki diri dalam Islam, dan bahkan terkadang menganggap bahwa diri mereka sudah cukup baik. Padahal memperbaiki diri merupakan hal yang baik bagi setiap mereka yang melakukannya. Dan berikut ini beberapa tips memperbaiki diri menurut Islam Instropeksi diriInstropeksi diri menurut Islam merupakan suatu perbuatan yang baik. Dan dalam memperbaiki diri, perlu adanya dilakukan instropeksi diri untuk mengenali kesalahan dan keburukan yang sering dilakukan. Selain itu, keutamaan instropeksi dalam Islam adalah untuk membuat hati lebih lapang, hati yang lapang akan membuat kita semakin mudah dalam memperbaiki QS. Al-Hasyr ayat 18 “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok akhirat, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui terhadap apa yang kerjakan.”NiatUntuk memperbaiki diri perlu adanya niat dan tekad yang kuat. Tanpa adanya niatan untuk kearah yang lebih baik, seseorang tidak akan pernah bisa memperbaiki dirinya. Dan niat tersebut yang akan membuat seseorang istiqomah dalam melakukan perubahan dan memperbaiki perubahanUntuk memperbaiki diri perlu adanya perencanaan dalam perubahan. Rencanakan dahulu perubahan memperbaiki diri dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu lalu bertahap kepada hal-hal yang lebih besar. Memulai perubahan dari hal-hal yang kecil akan membuat kita lebih siap dan lebih matang dalam melakukan perubahan dan memperbaiki diri ke skala yang lebih mendekatkan diri kepada AllahMendekatkan diri kepada Allah akan sangat membantu kita dalam memperbaiki diri. Orang yang senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah akan merasa malu dan takut untuk melakukan perbuatan buruk dan dosa. Mendekatkan diri kepada Allah juga merupakan salah satu cara diri menjadi lebih baik menurut Islam. Kita memperbaiki diri semata-mata hanya untuk mendapat ridha dari-Nya, jadi mulailah untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui shalat, dzikir, dan ibadah yang lainnya. Insya’allah Allah akan senantiasa menyertai langkah hamba-hambanya yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkannyaSebagai muslim yang baik, tentu kita tahu apa manfaat Al-Qur’an dalam hidup kita. Dan sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita rajin membaca salah satu sumber syariat Islam bagi umat muslim serta mengamalkan kandungan isinya. Al-Qur’an bukan hanya sekedar untuk dibaca, namun juga perlu di amalkan dan diingat. Dan cara agar tetap istiqomah adalah dengan lebih banyak mempelajari Al-Qur’an dan kebiasaan burukMemperbaiki diri berarti menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya, dan hal tersebut perlu untuk meninggalkan kebiasaan buruk yang sebelumnya sering dilakukan. Kebiasaan buruk memang tidak dapat dihilangkan dan ditinggalkan sekaligus, namun kita bisa memulainya secara dengan orang-orang sholehLingkungan dan orang sekitar terkadang juga dapat mempengaruhi perilaku dan akhlak kita, oleh karena itu pandai-pandailah dalam memilih teman, namun tidak lantas menilai orang yang berakhlak kurang baik tidak pantas untuk dijadikan teman. Berteman dengan orang sholeh maksudnya adalah untuk melakukan perubahan dan memperbaiki diri, kita pasti membutuhkan saran dan seseorang untuk mengingatkan kekhilafan kita, dan untuk itu bertemanlah dengan orang yang sholeh yang mampu mendukung kita dalam memperbaiki tinggalkan sholat wajibDengan rajin menunaikan shalat lima waktu kita akan semakin mendekatkan diri kepada Allah, dan ibadah seperti sholat merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri. Karena ibadah seperti sholat dapat mencegah kita untuk melakukan kemunkaran dan mencegah kita dari perbuatan menerima saranUntuk memperbaiki diri, kita harus mau menerima saran dari orang lain, sekalipun orang tersebut adalah orang yang tidak kita sukai, namun apabila sarannya masuk akal dan demi kebaikan kita maka patut kita terima dengan lapang dada sebagai bahan acuan dalam memperbaiki dan istiqomahDalam memperbaiki diri, perlu adanya evaluasi diri untuk melihat sudah sejauh manakah perubahan yang kita lakukan. dan mengevaluasi hal-hal apa saja dalam diri kita yang masih perlu untuk diperbaiki. Setelah mengevaluasi diri kita harus tetap istiqomah dalam melakukan perubahan atau dalam memperbaiki diri, jangan sampai kita merasa lelah dan bahkan tidak ingin lagi memperbaiki diri menjadi lebih memang diciptakan sebagai makhluk yang sempurna dan paling indah dalam segi fisik, namun tetap ada kekurangan dari dalam diri manusia, itulah mengapa manusia perlu memperbaiki dirinya setiap saat. Dan tujuan hidup menurut Islam tidak akan dapat tercapai apabila manusia selalu berada dalam kesesatan dan keburukan, karena tujuan hidup manusia yang utama adalah untuk menyembah Allah SWT. Dan sebagai muslim yang baik, marilah kita memperbaiki diri dengan niat karena Allah dan demi mendapat semoga bermanfaat Pertanyaan Jawaban Sederhananya, memperoleh keselamatan melalui perbuatan tampaknya benar menurut manusia. Salah satu keinginan manusia yang paling mendasar adalah untuk mengendalikan nasibnya, termasuk nasib kekalnya di akhirat. Keselamatan melalui perbuatan menarik karena menjunjung tinggi harga diri seseorang serta keinginannya untuk memegang kendali. Diselamatkan oleh perbuatan baik jauh lebih menarik daripada ide diselamatkan melalui iman saja. Manusia juga memiliki kesadaran tentang keadilan secara bawaan. Seorang ateis fanatik pun mempercayai adanya keadilan dan dapat membedakan yang benar dengan yang salah, walaupun ia tidak mempunyai dasar moralitas yang jelas dalam menarik kesimpulan. Pemahaman benar dan salah ini menuntut supaya “perbuatan baik” kita lebih banyak dibanding “perbuatan jahat,” jika kita ingin selamat. Oleh karena itu, ketika manusia menciptakan agama maka secara alami keselamatan melalui perbuatan baik akan diajarkan di dalamnya. Karena keselamatan melalui perbuatan baik sangat menggiurkan bagi khodrat berdosa manusia, teori tersebut menjadi dasar dari hampir setiap agama kecuali agama Kristen yang alkitabiah. Amsal 1412 menyatakan bahwa “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.” Keselamatan melalui perbuatan disangka benar oleh manusia, sehingga sudut pandang tersebut menjadi dominan. Inilah alasannya mengapa agama Kristen begitu berbeda dari agama yang lain – ialah satu-satunya agama yang mengajarkan bahwa keselamatan adalah anugerah dari Allah dan bukan karena perbuatan baik. “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu jangan ada orang yang memegahkan diri” Efesus 28-9. Adapun alasan mengapa sudut pandang ini mendominasi, yakni karena manusia yang alami yang belum diperbarui Roh Kudus tidak sepenuhnya memahami kebejatannya atau kekudusan Allah. Hati manusia “tak dapat diduga, paling licik dari segala-galanya dan terlalu parah penyakitnya” Yeremia 179, dan kekudusan Allah melampaui segala batas Yesaya 63. Berdustanya hati kita mengaburkan parahnya kondisi hati kita yang sebenarnya, sehingga kita tidak dapat menyadari keadaan kita yang sebenarnya di hadapan Allah yang kekudusan-Nya juga melampaui segala akal kita. Namun kenyataannya masih saja tetap; keberdosaan kita dan kekudusan Allah ketika tercampur menjadikan upaya terbaik kita bak “kain kotor” di hadapan Allah yang kudus Yesaya 646; baca juga pasal 61-5. Anggapan bahwa perbuatan baik manusia dapat menetralkan perbuatan jahatnya adalah anggapan yang sangat bertolak belakang dengan pesan Alkitab. Tidak hanya itu, Alkitab menjelaskan bahwa tolak ukur Allah tidak kurang dari kesempurnaan 100 persen. Jika kita gagal memelihara satu saja bagian Hukum Allah, maka kita sama bersalahnya dengan seseorang yang telah melanggar semuanya Yakobus 210. Dengan demikian, tidak ada cara kita dapat diselamatkan jika keselamatan benar-benar tergantung pada perbuatan baik kita. Cara lain keselamatan melalui perbuatan dapat menyusup masuk ke denominasi dan aliran Kristen atau yang mengaku percaya dalam Alkitab ialah penyalah-tafsiran ayat seperti Yakobus 224 “Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.” Jika kita membaca ayat ini di dalam konteksnya Yakobus 214-16, maka cukuplah jelas bahwa Yakobus bukan mengajar bahwa perbuatan baik adalah yang membenarkan kita di hadapan Allah; sebaliknya, ia menjelaskan bahwa iman sejati yang menyelamatkan tercermin oleh perbuatan baik. Seseorang yang mengklaim sebagai Kristen tetapi hidup dalam ketidaktaatan yang disengaja, imannya palsu atau “mati”, dan ia belum selamat. Yakobus sedang membedakan antara dua jenis iman – iman sejati yang menyelamatkan dan iman palsu yang mati. Ada terlalu banyak ayat yang menjelaskan bahwa seseorang tidak diselamatkan oleh perbuatan, sehingga orang Kristen tidak dapat berdalih. Titus 34-5 merupakan salah satu contohnya “Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus.” Perbuatan baik tidak menambah apapun kepada keselamatan kita, tetapi selalu menjadi ciri khas seseorang yang telah lahir baru. Perbuatan baik bukanlah penyebab keselamatan; ialah bukti keselamatan. Walaupun konsep keselamatan melalui perbuatan mendominasi, Alkitab jelas menentangnya. Alkitab mengandung sangat banyak bukti bahwa keselamatan diberikan sebagai anugerah. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Mengapa keselamatan melalui perbuatan merupakan sudut pandang yang paling dominan?

bagaimana awal perbuatan yang baik